Cuap-Cuap

on Wednesday, March 30, 2011
Rasanya tidak sopan kalau saya tidak menjelaskan darimana nama Cuap-Cuap ini berasal setelah tiga tahun lebih tiga bulan saya menggunakan nama ini. Jadi, biarkan saya sedikit bercerita kali ini.

Kalau Anda tanya, "Cuap-Cuap itu tentang apa sih?", "Isinya apa?", saya bakal jawab, "Nggak tahu." Serius, sampai sekarang, saya tetap nggak tahu Cuap-Cuap itu sebenarnya tentang apa. Yea, nggak tahu tapi saya pakai sebagai label post di blog saya. Karena ketidaktahuan tersebut, saya pernah bertanya-tanya pada orang lain, apa itu Cuap-Cuap. Kayak apa sih Cuap-Cuap. Pendapat kamu tentang Cuap-Cuap apa?

Nah, kata orang, itu tentang kehidupan sehari-hari. Kata yang lain, itu apaan sih, ga jelas. Kata yang lain tapi masih orang, itu tentang curhatan gitu, kan? Terus ada lagi yang bilang, itu bacaan ringan gitu deh, pembukaan doank. Lalu ada juga yang ngaku kalau dia nggak pernah baca si cuap-cuap, selalu dilewatin gara-gara ga penting abis isinya.

Intinya?

Cuap-cuap itu nggak penting.

^ bikin krik krik, asli.

Gimana nggak? Saya ditawarin, mau nggak nulis cuap-cuap. Tapi tanggapan pembaca sama itu rubrik jelek banget. Geez. Apa? Saya belum bilang ya? Iya, Cuap-Cuap itu rubrik di sebuah majalah. Majalah apa? Nanti akan disebutkan namanya, tenang saja. Jadi, saya yang dulu masih semangat-semangatnya menulis sampai menghasilkan post setiap hari tentang Reachy Ruch, ya saya terima saja tawarannya. Setelah diterima, baru tanya-tanya orang dan seperti yang sudah dikatakan di atas, saya merasa krik krik. Saat saya baca cuap-cuap para pendahulu pun saya tidak begitu menemukan intinya. Ya, ada sih intinya. Cara nulis mereka beda-beda semua. Yang dibahas dan cara pembahasannya juga beda-beda. Gimana nggak makin bingung, eh?

Bingung banget, jelas. Apalagi saya hampir nggak pernah menuliskan sesuatu yang nyerempet-nyerempet real life, kecuali untuk tugas sekolah. Di blog pun nggak pernah. Apalagi nulis pakai sudut pandang lo-gue, gw-lu, saya-Anda, aku-kamu. Tepatnya, saya nggak pernah nulis pakai sudut pandang pertama. Selalu sudut pandang ketiga. Tapi mau nggak mau, yang namanya waktu itu terus berjalan. Tiba-tiba deadline pun datang. Dan mau nggak mau, saya harus menyerahkan sebuah naskah tulisan pada sang editor.

Hasilnya?

*tertawa hampa*

Ya, anggap saja percobaan pertama, masih baru mulai, masih coba-coba. Tapi deadline kedua pun kembali datang. Hasilnya? Better. Tapi tetap nggak memuaskan saya. Lalu deadline pun terus berdatangan sampai akhirnya deadline itu berhenti mendatangi saya. Jujur, setiap naskah yang saya kirim adalah naskah coba-coba. Selalu ada yang berbeda dari satu naskah dan naskah yang lainnya. Mungkin itu kemajuan tapi bisa juga sebuah kemunduran. Yea, saya cuma iseng mencoba-coba cara menulis dari sudut pandang pertama yang berbeda-beda.

Dan apa bedanya Cuap-Cuap di majalah dengan Cuap-cuap di blog?

Nggak jauh berbeda, sebenarnya. Cuma mungkin yang di majalah agak sedikit berbobot karena target pembacanya ribuan orang. Kalau yang di blog mungkin agak terlalu random karena ya... ini toh blog saya, kan? Suka-suka saya mau nulis apa, kan? Yea, yea, egoisme seorang pemilik blog. Dan doakan saja, saya bisa membuat post lain yang jauh lebih berbobot daripada post ini.

Amin.

(credit: HimtiMagz)

What Is Your Dream?

on Thursday, March 24, 2011
Have you ever dream?

Saya yakin, Anda pernah bermimpi dan Anda pasti punya mimpi. Mungkin istilah mimpi terlalu luas, mungkin istilah cita-cita lebih cocok untuk menspesifikan isi bahasan dari post ini. Cita-cita, suatu gambaran tentang diri Anda sendiri di masa depan. Sesuatu yang biasa ditanyakan pada anak-anak saat masih kecil. Suatu pertanyaan yang pasti memiliki jawaban, sama seperti pertanyaan-pertanyaan normal yang ditujukan pada anak-anak. Dan apa jawaban Anda dulu? Saat usia Anda masih satu digit, saat dunia tidak terlihat seribet dunia orang dewasa. Mungkin, jawaban Anda berkisar pada jawaban seperti dokter, pilot, pramugari, insinyur, atau astronot? Jenis-jenis pekerjaan yang terlihat menyenangkan.

Lalu ketika usia Anda memasuki awal kepala satu, pertanyaan ini akan kembali ditanyakan. Apa cita-cita Anda? Usaha apa yang akan Anda lakukan untuk mencapainya? Mungkin, pada titik ini Anda akan mulai memikirkan cita-cita Anda dengan lebih serius. Anda akan mulai belajar melihat dunia orang dewasa. Bahwa cita-cita Anda saat masih berusia satu digit tak bisa semudah itu untuk diraih. Bahwa ada proses yang harus dilakukan untuk mencapai cita-cita Anda. Atau masih belum?

Belum atau sudah, usia Anda akan terus bertambah. Usia Anda kini memasuki pertengahan kepala satu dan pertanyaan tentang cita-cita menjadi lebih serius lagi. Pada titik ini, Anda akan mulai menyadari bahwa cita-cita takkan bisa seindah cita-cita saat usia Anda masih satu digit. Proses untuk meraih cita-cita sama sekali tak mudah. Banyak halangan yang rasanya terlalu besar untuk Anda hadapi. Dan mungkin, cita-cita Anda mulai terbelokkan di sini. Anda mulai mencoba realistis. Anda menurunkan cita-cita Anda yang terlalu tinggi, membuatnya terlihat lebih mudah untuk dicapai. Cita-cita masa kecil Anda pun berubah menjadi mimpi yang sesungguhnya. Begitu dekat tapi tak bisa dimiliki.

Tapi Anda sudah tak bisa mundur lagi. Masa depan telah menunggu Anda. Entah apakah masa depan ini menjanjikan atau tidak, entah menyenangkan atau tidak, entah bisa membuat Anda kaya raya atau tidak, dan ratusan entah lainnya. Entah bagaimana akhir dari kisah Anda nantinya. Pada akhirnya, hanya akan ada pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan setiap saat.

Am I rich enough?

How to expand my business?

How to get more and more money?

Why are there so many task I have to do?

...

Am I happy now?

Miracle

on Sunday, March 20, 2011
They said miracle, I said mukjizat.

Yeah, saya tahu itu sama.

Dan Anda tahu? Saya takkan membuat sebuah post yang panjang lebar seperti biasanya. Singkat saja, karena saya juga tidak ada ide atau niat untuk menuliskan keseluruhan hal yang bisa disebut dengan mukjizat. Eventhough every people said that you have to spread the miracle to everyone, I still don't want to do it. Yeah, Anda bisa menyebutnya egoisme. Well, egoisme yang mungkin hanya akan bertahan selama beberapa saat karena suatu saat kisah ini, cerita ini pasti akan beredar, berbaur dengan berbagai macam kisah nyata tentang fakta bahwa mukjizat itu nyata.

That my life is amazing.

That God is really amazing.

Selanjutnya, post ini hanya akan berisi curhatan setengah-setengah karena seperti sudah dikatakan di atas, egoisme saya masih tinggi :-" Jadi, sebagai seseorang yang tidak terlalu peduli pada tanggal, ada satu tanggal yang teringat oleh saya. Satu tanggal yang merupakan tanggal ketika seseorang bertambah umur, saat yang seharusnya membahagiakan, menyenangkan, dan penuh dengan sukacita. Tapi buat saya (dan buat keluarga saya, tentu), tanggal itu sama sekali tidak menyenangkan. Tak ada sukacita, tak ada senyum, tak ada tawa. Anda tahu? Ini adalah tanggal yang tepat untuk mema...njatkan doa dan pasrah kepada Tuhan di atas sana.

And the miracle really happen.

Delapan belas dibagi tiga sama dengan dua dikali 011.

18-03-2011.

Tanggal yang menandai bahwa kuasa Tuhan benar-benar bekerja. Well, saya hanya ingin mengabadikan tanggal ini, untuk mengingatkan saya supaya makin semangat memberantas pikiran-pikiran negatif \m/ Dan harus saya akui, post ini terlambat dibuat semata-mata karena satu alasan yang disebut dengan malas.

See ya =D

Review

on Sunday, March 13, 2011
[Masukkan umpatan terkasar yang Anda miliki ke sini karena biarpun saya ingin memaki-maki, saya tidak tahu jenis umpatan apa yang harus saya gunakan.]

What an opening, eh?

HAHAHA.

Bukan, ini bukan tanda-tanda stres, ini tanda-tanda depresi. Apa? Sama saja? Beda, beda. Stres itu lima huruf dan depresi itu tujuh huruf. Mana yang lebih parah? Entahlah. Bisa yang panjang, bisa yang pendek. Tidak jelas? Memang. Secara tiba-tiba saja, saya ingin menuliskan sesuatu di blog dan karena internet menyala dan yang harus dilakukan hanya menekan tombol ctrl+t, klik deretan bookmark, klik new post, jadi tak ada salahnya kalau saya melakukan draft ketiga yang entah selesai atau tidak. Kelihatan betapa depresinya saya? Dua draft tidak ada yang selesai. Tragis memang nasib kedua draft itu.

Nah, apa kira-kira yang akan membuat draft ketiga ini sukses? Ada beberapa alasan. Satu, saya sedang menggaje. Dua, saya mengantuk. Tiga, saya bosan. Empat, topik yang dipilih pada draft ini tidak seberat di dua draft sebelumnya. Lima, mari masuk ke intinya saja, supaya basa-basinya tidak terlalu panjang sekaligus untuk menurunkan semangat Anda men-scroll halaman blog ini sebanyak mungkin. Enam, bagaimana kalau saya lupa apa yang mau saya tulis sekarang?

Mampus lu, mampus!

-__-

Ceritanya, saya sedang jenuh, bosan mengetik, film sudah habis semua, di luar hujan deras, dan internet cuma setengah mendukung saya menggaje. Pilihan yang tersisa tinggal dua, baca atau tidur. Baca di sini masih terbagi menjadi beberapa cabang. Baca buku yang benar-benar buku atau baca buku-bukuan atau baca post orang atau baca berita atau... baca apapunlah. Tahu apa itu baca, kan? Tidak tahu? Kasihan, ckck. Tanya om google sana. Dan saya memilih untuk membaca blog sendiri, ngomong-ngomong.

NARSIS WOOO!
WOOOOOOO!
WOOOOO!
WOOO!
SST!

Jadi, kalau dilirik lagi, blog saya itu dibuat pada tanggal 28 Desember 2007. Jadi, usianya sekarang sekitar 3 tahun lebih 3 bulan. Dan kalau dilihat dari statistik jumlah postnya, tahun 2008 adalah masa di mana saya paling produktif. Sembilan bulan diisi dengan sebuah kisah lama yang namanya saya abadikan jadi nama blog ini. Kisah yang setiap ditulis ulang, jalan ceritanya pasti berubah, tokoh-tokoh sampingannya semakin banyak bermunculan, sifat setiap karakter berubah-ubah. Kisah yang teramat labil, sebenarnya. Sampai-sampai saya cuma benar-benar bisa mengingat tentang dua tokoh utamanya saja. Si protagonis dan si antagonis. Itupun pasti mengalami perubahan lagi (kalau saya berminat menuliskannya kembali). Sisanya? Pasti berubah lagi kalau saya tulis ulang, percayalah.

Nah, kalau di bagian cerita ada dia, di bagian agak normal ada post-post yang berlabel Cuap-cuap. Ada yang penasaran darimana asal mula nama Cuap-cuap? Tidak? Oke, saya juga tidak mau cerita, bweee! Nah, kesan saya membaca post-post berlabel Cuap-cuap zaman baheula, saya merasa... wow. It's soooo different. Penggunaan emoticon, penggunaan kata yang sangat tidak EYD sekali, penggunaan sudut pandang, lalu isi post yang benar-benar beragam (tepatnya, tidak saya sangka bahwa saya akan menulis itu! saya shock, btw). Dulu saya labil, pertama pakai 'gw' lalu pindah ke 'aku' ganti ke 'saya' sempat mengalami salah tuts keyboard jadi 'saia' dan sekarang kembali menggunakan 'saya'. It's funny, actually.

Ngomong-ngomong, saya baru saja menemukan varian lain dari penggunakan kata ganti orang pertama, yaitu 'ak'.

Still, it's funny! (rofl)

Dan kalau dilihat dari cara penulisan, juga sangat berbeda jauh. Dulu... lucu (rofl), sekarang... serius? Dulu tidak terikat aturan EYD dkk, sekarang... kaku? Dulu apa saja diceritakan, sekarang... pilih-pilih topik? Dunno, you see it, you judge it. Terserah apa pendapat Anda, tapi saya senang punya blog yang masih bertahan selama 3 tahun 3 bulan walaupun cuma sepertiga hidup. Setidaknya, saya bisa ketawa-ketawa gaje sendiri di depan layar komputer saat menemukan berbagai macam penulisan yang sekarang disebut dengan istilah... alay?

Walaupun saya tetap tidak merasa kalau itu alay sih.

Kan masih bisa dibaca dengan mudah tanpa harus melakukan dekripsi pada sekumpulan huruf kecil, kapital, dan angka yang disatukan menjadi kalimat :-"

Dan... sampai di sini saja. Terima kasih sudah membaca review kecil-kecilan, asal-asalan, yang ditulis oleh seorang penulis iseng, dengan tujuan setor tampang di blog dan memuaskan keinginan untuk posting setelah dua draft sebelumnya gagal total.

See ya :D

...
..
.

Apa? Saya cuma kangen mencantumkan emoticon :D di akhir post kok :-"

Farewell and Greeting

on Monday, March 07, 2011
What? Farewell again?!

Calm down, please. Tsk.

Okay.

Dan... tidak, mari gunakan bahasa Indonesia saja. Mata saya lima watt dan otak saya juga butuh istirahat, jadi post dengan bahasa Inggris hanya akan membuat post—yang sudah kacauini makin terlihat kacau dan makin tidak layak dibaca. Dan... tidak, saya tidak sebegitu cintanya pada perpisahan sampai-sampai menggunakan sepatah kata tersebut sebagai bagian dari judul post saya lagi. Hanya saja... perpisahan selalu menjadi cerita tersendiri yang menyenangkan untuk dinikmati, kan?

Apa? Tidak?

Jadi, cuma saya yang suram? Oke! #ganyante

Nah, karena Anda yang minta, saya akan mengulas perpisahan dari sudut pandang suramnya. Suram sesuram-suramnya sampai-sampai Anda akan dibanjiri oleh perasaan simpati yang meluap-luap dan pada akhirnya, Anda akan menghadiahkan sumpah serapah lengkap dengan makian-makian andalan pada si perpisahan ini. Proteslah, mengapa harus ada perpisahan. Proteslah, mengapa perpisahan itu harus eksis. Proteslah, mengapa Anda tidak bisa menghindar dari perpisahan.

Maunya sih begitu.

Berbahagialah kalian karena saya sedang tidak bisa menyuram.

Jadi, greeting atau bahasa lainnya, pertemuan. Jangan tanya mengapa lawan kata dari farewell adalah greeting, bukan meeting atau kata lain yang mungkin terpikir oleh Anda. Karena itu bukan ide saya, tapi ide Google. Oke, pertemuan ini sebenarnya adalah saudara kembar dari si perpisahan. Mereka tidak bisa dipisahkan dan sifat mereka identik. Biarpun satu-satunya alasan mengapa mereka tidak bisa digolongkan sebagai anak kembar adalah waktu lahir mereka yang biasanya berbeda cukup jauh.

Pertemuan.

Bisakah Anda menduga kapan akan bertemu dengan seseorang atau sekelompok orang? Bisakah Anda menduga kapan akan bertemu dengan sahabat terkarib Anda sekarang? Bisakah Anda menduga bagaimana sebuah pertemuan kecil menjadi sebuah hubungan yang sangat kuat? Bisakah Anda mengetahui apakah sebuah pertemuan akan membawa efek tawa berkepanjangan atau sedih yang berlarut-larut? Bisakah Anda menebak pertemuan macam apa yang akan Anda hadapi? Bisakah Anda... ssttt, saya tidak bertanya pada seorang peramal, ngomong-ngomong. Saya bertanya pada orang biasa yang tidak tahu seperti apa masa depannya.

Perpisahan.

Pertanyaannya tidak berbeda jauh dengan pertanyaan yang telah diungkapkan di bagian 'Pertemuan'. Cukup mengganti kata 'temu' dengan 'pisah' saja. Inilah mengapa saya menganggap mereka sebagai anak kembar. Mereka sama-sama tidak bisa diduga kapan datangnya, sama-sama tidak bisa ditebak akan menjadi seperti apa, sama-sama tidak bisa dikira-kira apa efeknya. Pertemuan tidak selalu sama dengan senang dan perpisahan tidak selalu sama dengan sedih. Ada pertemuan yang menyebalkan dan menyedihkan, ada juga perpisahan yang menyenangkan. Ada pertemuan dan perpisahan yang akan terus terpatri di ingatan walaupun sekian tahun telah berlalu, tapi ada pertemuan dan perpisahan yang akan dilupakan dalam hitungan detik. Ada pertemuan yang segera disusul oleh perpisahan, ada pertemuan yang tak kunjung menemui perpisahan.

Dua hal yang berbeda tapi mirip, menurut saya.

Dan... sebenarnya saya ingin menutup post ini dengan dua patah kata 'See ya' seperti biasa. Tapi saya ingin belajar membuat suatu penutup yang lebih layak. Tapi masalahnya, mata saya sudah berubah menjadi 3 watt. Dan lebih parahnya lagi, kasur saya sudah memanggil-manggil. Begitu juga dengan internet yang tidak mendukung saya untuk begadang. Jangan lupa ada... oke, intinya, saya butuh tidur. Jadi...

See ya.

Life Goes On

on Thursday, March 03, 2011
Halah.

(belum apa-apa kok sudah halah, lho.)

Anggap saja, saya sedang terkena virus galaunista saat mengetik postingan ini. Anggap saja, saya sedang terkena virus melankolis saat menarikan jemari di atas keyboard. Anggap saja, saya sedang meng-out of character-kan diri sendiri saat ide post ini terlintas. Anggap saja, saya sedang... sedang... sedang absen di blog yang kemarin sempat ter-update dengan kecepatan kilat ini.

Kisah pun dimulai dengan sebuah dialog.

"Nanti mau masuk SMA mana?"

Mungkin bagi sebagian besar remaja, pertanyaan ini tidak terlalu memusingkan. Ini bisa dianggap pertanyaan angin lalu yang tingkat keseriusannya tidak berbeda jauh dengan "Mau masuk SD mana?" Tapi bagi beberapa anak yang punya banyak pilihan dan... mungkin punya banyak mimpi serta... mungkin punya something, pertanyaan itu sudah cukup memusingkan. Pilihan yang akan menentukan di mana Anda akan menuntut ilmu selama tiga tahun itu cukup berat, lho.

Selanjutnya.

"Mau kuliah di mana? Jurusan apa?"

Berani jamin, pertanyaan ini terasa sangat memusingkan bagi anak-anak SMA yang sedang berjibaku dengan try out dan berbagai macam pelajaran tambahan sebagai persiapan menghadapi UAN. Tingkat keseriusan pertanyaan ini sudah bisa digolongkan menjadi sangat serius. Tempat kuliah sendiri sudah memusingkan. Belum ditambah dengan jurusan yang harus dipilih. Pilihannya bukan cuma dua atau tiga pula (IPA, IPS, dan Bahasa). Pilihannya ada sangaaaaaaat banyak. Satu fakultas saja sudah mencakup belasan jurusan. Dan di satu kampus, belum tentu hanya ada satu fakultas. Dan jumlah fakultas yang bisa dipilih itu bukan cuma sembilan tapi puluhan. Nah lho.

Berikutnya.

"Sudah 5k121p51? Kapan 51d4n9?"

Nah ini. Oke, tidak semua jurusan memiliki 5k121p51 sebagai tugas akhir dari masa kuliah selama bertahun-tahun. Tapi setidaknya, hampir semua mahasiswa merasakan ini. Kelanjutan dari proses 5k121p51 adalah 51d4n9. Membuat 5k121p51 saja sudah susah dan memusingkan karena belum tentu suatu topik bisa langsung disetujui. Proses pembuatannya saja sudah membuat mahasiswa seperlima hidup, seperlima tewas, seperlima putus harapan, seperlima hura-hura stres, seperlima [isi sesuka hati Anda]. Belum lagi ditambah dengan jadwal 51d4n9 yang entah kapan keluarnya. Apalagi, biasanya jadwal 51d4n9 ini begitu menyebalkannya sampai keluar di saat yang tidak terduga dan menyebabkan guncangan panik dadakan bagi para calon-calon terdakwa.

Selesai? Belum, belum.

"Sudah kerja? Kerja apa? Di mana? Gajinya berapa?"

Oke, selesai.


PS: Racauanista.