Terserah kalau pustakawati ini mau dikatakan tidak manusiawi. Itu semua karena dia sedang terfokus membaca novelnya dan belum ingin diganggu oleh hal-hal aneh seperti anak laki-laki berambut biru dengan memar di wajahnya.
* * *
Sekarang, tangan sang waktu sudah hampir menuju angka dua belas. Sebentar lagi, waktunya makan siang. Novel si pustakawati pun sudah selesai dibaca. Seorang pustakawan yang akan menempati posisinya sebagai resepsionis perpustakaan juga sudah datang. Pekerjaan dia sekarang adalah masuk ke perpustakaan dan mengatur buku-buku yang ada di sana. Memulangkan buku-buku yang diambil tanpa dikembalikan ke raknya. Ya, itu pekerjaannya nanti setelah makan siang. Jadi, mari makan siang terlebih dahulu! Perutnya sudah keroncongan minta diisi sesuatu.
* * *
Kembali ke perpustakaan tercintanya. Sudah cukup duduk selama empat jam sebagai resepsionis. Saatnya, berkelana di deretan rak buku-buku. Mengamati para pengunjung perpustakaan tua ini. Memberi peringatan kalau ada yang berniat melukai buku-buku indah ini.
Mungkin harus diceritakan sedikit tentang perpustakaan ini. Perpustakaan ini sudah berdiri sejak tahun 1923. Didirikan oleh seorang pria yang amat mencintai buku-bukunya. Dia begitu mencintai anak-anaknya, begitulah dia menyebut buku-bukunya, sampai dia tidak rela kalau semua buku itu hancur dimakan bakteri-bakteri pengurai, ketika dia tidak bisa lagi bersama mereka. Karena alasan itulah, dia mendirikan perpustakaan ini agar anak-anaknya bisa dirawat dan bisa difungsikan semaksimal mungkin.
Koleksi yang dimiliki perpustakaan ini cukup lengkap. Kitab-kitab kuno dari abad ke-18 pun ada. Rata-rata merupakan warisan dari sang pendiri. Kitab-kitab tersebut dirawat secara khusus di perpustakaan ini. Surga buku ini juga sempat mengalami pemugaran untuk menaikkan kualitas penyimpanan dan memudahkan pengunjung untuk menikmati buku-buku yang ada.
Kembali pada masa sekarang. Perpustakaan tempatnya bekerja. Dia sedang memulangkan buku-buku kembali ke dalam raknya ketika dia sepasang matanya menangkap sosok pengunjung pertamanya. Anak itu duduk di lantai, di sudut sebuah rak letter L. Anak itu membaca buku, tentu saja. Wajahnya yang dipenuhi memar itu tampak serius membaca.
0 comments:
Post a Comment