Tahu? Ketika dia kelas satu SD, dia sudah dikatai siluman. Katanya, rambut birunya adalah karena dia memiliki darah siluman. Karena itu, seakan diperintahkan secara tersirat, semua orang tua melarang anaknya bermain dengannya. Bukan cuma main. Tidak ada seorang anak pun yang diizinkan berkomunikasi dengannya. Entah itu hanya berkenalan atau bekerja dalam kelompok. Atau hanya sekadar duduk di sebelahnya. Lelah melihat meja anak-anak lain yang selalu digeser menjauhi mejanya, akhirnya dia memilih duduk di paling belakang. Dengan begitu, tidak ada yang perlu menghindarinya lagi, kan?
Tahu? Dia penasaran, darah siluman apa yang diwarisinya. Mengapa orang-orang itu begitu takut kalau dia sampai menyentuh anaknya? Ah, tidak. Bicara saja tidak boleh, apalagi menyentuh. Memangnya, darah siluman yang mengalir dalam tubuhnya adalah siluman pemakan manusia? Atau mungkin siluman yang wujudnya besar dengan moncong yang dipenuhi taring? Entahlah. Sebegitu berbahayanyakah darah siluman warisan ini?
Tahu? Ayahnya, biarpun sudah berkali-kali dia menanyakan hal ini, tidak pernah mengatakan sedikitpun tentang siluman apa yang mengalir dalam tubuh mereka berdua. Heran. Apa salahnya memberitahu putranya sendiri? Supaya setidaknya dia bisa mengerti alasan mengapa dia harus dikucilkan sedemikian rupa. Walaupun, dia sudah tidak peduli pada hal itu lagi. Memangnya siapa orang-orang itu? Mereka bukan siapa-siapa. Tidak ada pengaruh apapun untuknya kalau mereka tidak mau berkomunikasi dengannya.
“Oyaji.”
“Ya, Rikkun?”
Mereka sedang duduk di serambi panggung belakang rumah. Tubuh mungilnya terlindung oleh tubuh besar ayahnya dari tiupan angin malam yang dingin menusuk.
“Siluman apa?”
“Itu lagi?” Pelukan ayahnya mengetat. Digenggamnya jemari besar milik ayahnya. Tangannya kecil sekali dan amat sangat pucat jika dibandingkan dengan kulit coklat milik ayahnya. Ya, ini karena dia jarang membiarkan kulitnya disiram cahaya matahari. Lagipula, dia tidak berminat.
“Iya, itu lagi.”
“Mm, lihat bintang yang berkelip-kelip di sana? Itu Andromeda.”
Bintang, katanya. Dia yakin ayahnya cuma asal tunjuk dan asal sebut. Dan tahukah kau Oyaji, Andromeda itu nama galaksi bukan bintang. Terlihat jelas ayahnya cuma ingin mengalihkan perhatiannya. Tidak berminat menjawab pertanyaannya lagi, eh?
“Itu Polaris.” Setidaknya, jawaban asalnya masih merupakan nama bintang. “Siluman apa?”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment